PADA buku catatan
dengan bolpoin Snowman
(yang ia beli di Superindo)
ia ingin menulis larik
tentang kota kecil
sebelum pandemi
dengan bungaran matahari
pada pekan rutin
hari yang Senin
dan bayangan yang mengikuti
seorang lelaki
pengemudi bus kota
berjalan ke pangkalan.
Pada buku catatan
dengan larik-larik yang ragu
(yang tak dijual di mana-mana
yang berlimpah dalam diri
semua warga kota hari ini)
ia menimpa keluhan imigran,
dengan hal-hal kecil
yang ia jalani dengan senang hati,
misalnya tentang bunga
yang ia beli bersama istrinya
di lapak kembang
di tepi Kali Pesanggarahan.
Pada buku catatan
ia merasa telah menyalin
apa yang telah berkali-kali disalin
kecemasan dari kecemasan
yang setia bertahan
dan bagaimana dulu ia berdamai dengannya
dengan sebuah perjanjian
yang terus ditagih
seperti pinjaman berbunga tinggi.
“Aku akan membayarnya,
dengan senang hati,” ujarnya
pada juru sita yang gigih.
Ia mencoba menghitung berapa nilai
dan bagaimana hidup yang sejak awal
telah tergadai, dan apa yang harus
ia catat dari hari-hari seperti
yang ia jalani kini dengan
sedikit variasi yang tersisa,
dengan hati-hati, dengan senang hati.