DI loket BPJS Kesehatan ini
tangan negara yang berlemak itu
mengulur ke hadapanku
ke arah tanganku yang terlalu kecil
untuk menyambutnya, lagi pula,
untuk apa aku bersalaman
dengannya?
Untuk KTP dan
kartu keluarga ini?
Atau untuk sekeping
Kartu Indonesia Sehat?
Ini, pertemuan yang begini ini,
adalah peristiwa yang tak pernah nyaman,
menunggu dengan selembar nomor antrean
sambil menonton Jusuf Kalla
bicara tentang hidup sehat dan olahraga
Asuransi kesehatan
– jaminan pensiun, tabungan hari tua –
adalah cara kami
menyelamatkan diri kami sendiri
Dan di loket ini
negara mengatur cara memungut biaya
(sebentuk cukai, atau pencurian
yang dilegalkan dengan regulasi)
dari uang hasil kerja kami sendiri
Karena itu, seorang ibu tua
menangis di hadapan petugas,
menangis untuk perempuan muda yang menggedong bayi
dan anak lelakinya yang mati kecelakaan kerja
“…ini peraturan negara, Bu. Maaf
saya hanya menyampaikan….”
Aku melihat negara tersenyum mendengar jawaban itu
dan aku ingin menangis untuk keduanya:
1. Untuk ibu yang menangis karena negara
tak bisa mengembalikan anak lelakinya
2. Untuk negara yang tersenyum karena
petugas itu pandai benar berbicara
soal hal-hal yang telah dibuat aturannya.
Setelah berlalu dari petugas itu
kugandeng istriku
menyeberangi zebra cross Pospengumben Lama
diiringi tatapan mata negara.
Dengan suara yang sengaja agak kukeraskan
aku berbisik pada istriku,
“aku tak pernah percaya
bahwa dia benar-benar
peduli pada kita.”