: Erie Prasetyo
MAKA meliuklah aku dan malam itu
dengan jerit tangisan bocah, yang
mungkin takut pada suara peluru,
atau luka tusuk dari duri mawar itu
Maka, meliuklah, dan sisakan sedikit
sisa kesabaran, meliuklah, seperti
tangga, yang harus kunaiki sendiri,
yang mungkin menuju pada pelukmu.
Aku memang tak lagi ingin menunggu
seperti aku dahulu menunggu.
Hujan pagi hari, di sejuk gerbong,
mempermainkan aku dan kaca kereta,
di luar perjalanan, ia mengukur rel,
membubuhkan warna akuarel pada
hatiku, dengan dentang kecil bel,
dari sebuah stasiun yang tak bisa
berhenti.Pergi lagi. Dari secawan
mimpi ke sudut kusam sebuah bar.
Untuk sebuah pelukan lain darimu,
tubuhku terluka, tapi lenganku terbuka.
Jangan memandang aku seperti itu!
Beri saja mantel, atau kemeja flanel,
yang tak jadi kubeli di sebuah distro.
Tapi, ya, aku memang lupa, aku tidak
sedang berada di Bali. Di mana semua
bermula, dan berkali-kali ingin kuakhiri.