ADA semacam celah masuk bagi pembaca ke dalam sebuah puisi. Tentu saja itu celah imajinatif, sebagaimana Dwight L. Burton (1964) menamakannya sebagai imaginative entry. Sebuah celah yang memungkinkan pembaca menghubungkan pengalaman hidupnya sendiri dengan pengalaman yang dituangkan penyair dalam puisinya.
Tapi buat apa pembaca memasuki dunia puisi itu? Karena dengan membaca puisi – dan membaca apa saja – ada peluang baginya untuk memperkaya pengalaman hidupnya dan pada gilirannya pengalaman itu bisa membentuk dan memperkuat karakter pribadinya.
Dari puisi – juga dari teks apa saja – kita bisa mendapatkan kesadaran lain untuk dapat melihat dengan lebih baik dan mengerti banyak tentang diri kita sendiri, tentang masyarakat di mana kita berada, juga tentang hakikat kemanusiaan di mana kita adalah bagian dari himpunan besarnya.
Pengalaman langsung seorang manusia sangat terbatas. Sebagaimana terbatasnya ruang dan waktu baginya. Kita mungkin bisa bepergian ke mana saja tapi kita tak mungkin bisa serentak hidup secara ubiquitous, berada di mana-mana, dan di beberapa kurun waktu.
Puisi bisa datang kepada kita dari mana-mana, dari tempat dan kurun yang waktu berbeda. Ada kandungan pengalaman perwakilan (vicarious experience) yaitu pengalaman yang direkam dan disampaikan dalam sebuah karya puisi. Itulah salah satu manfaat puisi dan itulah jasa penyair bagi kemanusiaan.
Bacaan: Ilmu Budaya Dasar, M Habib Mustopo, editor (Usaha Nasional, Surabaya, 1983)
Satu pemikiran pada “Celah Imajinatif pada Puisi”