AKU mencintaimu dengan cemas
karena kokok ayam tengah malam
dan angin diam
Rumah kita masih di pantai yang sama
nyiur melambai
ombak sampai
tapi tak lagi menyampaikan apa-apa
dan laut menyembunyikan cakrawala
perahu tertambat
tali terikat mati
Aku mencintaimu dengan cemas
karena kayu bertanya pada api
siapa yang akan terbakar pada nyalanya
“Aku sedang membakar kamu,” kata api
tapi abu tak mendengar lagi
karena awan bertanya pada hujan
siapa yang akan memanen padi yang mereka airi itu
“Kita sedang menangisi petani,” kata hujan
yang ingin lekas-lekas melenyapkan awan
meninggalkan musim yang mengancam
Aku mencintaimu dengan cemas
karena istana tak punya beranda
selasar berpagar api
semua bicara pecah
kata dilawan dengan kata
tak ada yang mendengar
wangi suara melati
jatuh rawan di pulau pujaan
Aku mencintaimu dengan cemas
aku mencemaskan cintaku
aku mencemaskan kamu