Sajak Edward Hirsch
Ayahku malam itu menyeret kaki dari kamar ke kamar
untuk sesuatu yang tak jelas ia telusuri lorong rumah.
Bantu aku, duhai para ruh, untuk menembus ke dalam mimpinya
dan menenangkan jalannya yang gelisah.
Sampirkan kembali kegelapan baginya si juru jual
yang bisa memikat segalanya kecuali bayang-bayang,
seorang imigran yang berdiri di ambang pintu
malam yang mahaluas
tanpa alat bantu jalan atau tongkatnya
dan tidak ingat apa makna kata yang ia ocehkan,
meskipun lengan kanannya terangkat, seolah-olah dalam nubuat,
sementara tangan kirinya bergetar sia-sia dalam peringatan.
Ayahku malam itu menyeret kaki dari kamar ke kamar
bukan lagi ayah, seorang suami, atau seorang bocah,
tapi seorang bocah berdiri di tepi hutan
mendengarkan raungan serigala-serigala yang jauh,
ke arah anjing liar,
ke arah sayap primitif yang bergoyang di puncak pepohonan.