POHON besar yang angker itu
telah kita tebang dalam sebuah kerusuhan
Dari tunas-tunas baru yang tumbuh
pada tunggul pohon besar itu
kita berharap berkembang tanaman lain
dan kita kecewa
Kita tidak menanam apa-apa,
lalu kini kita sangat pandai saling menyalahkan.
Ada yang bilang, dulu kita nyaman sekali berteduh
di bawah lindungan pohon tua itu.
Saling menyapa dengan senyum yang palsu dan menipu.
Kita kini bukan lagi petani yang sabar.
Kita penebang serakah, dengan gergaji mesin, dan kapak besar.
Kita tidak menanam apa-apa,
tapi saling intai dan menunggu: apa yang tumbuh di tanah kita
dan siapa yang lebih dahulu menebangnya.
Saya menikmati nian, Bang.
SukaSuka
Saya gak nikmat banget menulisnya… setelah menuliskannya… apalagi sebelumnya… BTW, terima kasih…
SukaSuka
Sebagai puisi dinikmati.
Gak nikmatnya yang nulis, langsung terasa sejak judul.
Semoga jadi doa, semuanya jadi baik-baik saja.
SukaSuka
Sekali lagi, terima kasih… sekarang saya agak nikmat sedikit…
SukaDisukai oleh 1 orang
Kami yang terima kasih. Di tengah-tengah kami, kami masih punya tulisan-tulisan Abang.
SukaSuka
Terima kasih lagi…
SukaDisukai oleh 1 orang