AKU tulis sajak ini,
sajak yang sebenarnya tak pernah ingin kutuliskan
Sebab sajak tak bisa menyelesaikan persoalan
kecuali hanya mempersoalkannya
Dan penyair tak punya apa-apa
kecuali kata yang itu-itu saja
Aku hanya memandang dari kejauhan
dan berteriak dari pinggiran
Setiap kali aku mendekat ke pusat pusaran permasalahan
Aku terlempar ke dalam diriku sendiri
Dan mataku ragu, inikah negeri kita sekarang?
Negeri dengan hukum yang menyala remang-remang
dan cahaya keadilan yang kelap-kelip dihembus angin kepentingan
Dan para pemimpin, mereka memimpin dengan pikiran yang gagap
Kita adalah rakyat yang huruf dan angka
Kita memilih mereka karena berharap dan percaya
bahwa mereka pasti telah pandai membaca
dan mahir menghitung nasib baik kita yang tak seberapa baik ini
dengan aritmatika kekuasaan biasa
Tapi mereka terlalu serakah dengan perkalian yang ganjil
dengan angka-angka yang menakjubkan di rekening pribadi dan partai
Dan hatiku cemas, inikah negeri kita sekarang?
Kita masih percaya pada niat baik perubahan
Kita masih makmum di belakang imam yang membaca ayat-ayat kebaikan
Kita masih mengucap amin untuk doa-doa yang akan selalu kami aminkan
Tetapi apakah yang mereka niatkan sama dengan yang semula kita niatkan?
Apakah ayat yang sedang dibacakan itu bisa sama dan bisa bersama kita tafsirkan?
Dan doa yang dipanjatkan itu apakah juga doa kami yang sederhana?
Sajak memang tak bisa menjawab pertanyaan
kecuali mempertanyakannya
Dan penyair tak bisa apa-apa
kecuali menulis sajak yang itu-itu saja
Itu sebabnya aku menulis sajak ini
sajak yang sebenarnya tak pernah ingin kutuliskan