BAGIKU kota-kota ini adalah penjara, bukan gedung pertunjukan,
aku terperangkap, tak seperti kau yang harus membeli karcis untuk
datang dan menjadi penonton, melancong – mungkin juga melancung.
Aku tidak pernah bisa pulang, sesudah dan sebelum aku mati di sini.
Tak ada paspor untukku, tak ada tiket pesawat. Aku ingin menulis
sebuah memoar: tentang harapan yang mekar dengan ingatan yang memar.