SETIAP kali datang ke kamus-besarku aku seperti berziarah
ke makam kata-kataku, dan lidahku ikut terkubur di sana.
Kata-kata yang berseru dalam dalam kuburan-lema: kenang,
kenanglah kami. Ucapkan lagi kami, kaulah lagi yang beri
arti bagi 4-5 ribu kata…
Ah, kata, dari mana lagi kau mencuri kata? Dari penyair yang
pencuri itu? Yang hanya pandai bersilat kata itu?
Aku sedang menghitung mundur, mati seribu tahun lagi, tapi
selalu lupa aku sudah sampai pada bilangan berapa.
Setiap kali datang ke kamus-besarku aku seperti berziarah
ke makam kata-kataku, dan lidahku menggali kuburku di sana.